Do the Best and Let GOD Do the Rest" Gua berani bertaruh kalian rata-rata, ya RATA-RATA pasti pernah dengar,baca,dan ucapkan kalimat ini. Baik dalam situasi maupun kondisi apapun, Kepada diri sendiri ataupun ke orang lain, Sebenarnya kalian menggunakan kalimat itu untuk apa? Percaya atau Pasrah? Tuhan itu baik.
The Best and The Rest Salah satu pepatah Kristen popular yang digemari banyak orang berbunyi Do your best and God will do the rest. Sangat motivasional, bukan? Namun, setelah saya merenungkannya dalam-dalam, kalimat indah ini menyimpan sebuah teologi yang buruk. Pertama, ia membalik paradigma berpikir Kristen yang paling penting Allah pertama, manusia terkemudian. Di dalam pepatah ini, Allah akan will melakukan karya-Nya setelah kita bekerja; Ia akan melakukan sisa pekerjaan kita, yang sudah kita kerjakan sebaik mungkin. Kedua, the rest yang Allah akan lakukan adalah “sisa” dari semua yang sudah sebaik mungkin kita lakukan. Allah bergantung pada seberapa banyak dan seberapa baik kita bertindak. Sisanya, bisa banyak dan bisa sedikit, menjadi jatah Allah. Karena itu, saya mengusulkan perbaikan total atas pepatah popular tersebut Do the rest because God does the best. Allah sudah, sedang, akan selalu melakukan yang terbaik. Dan yang terbaik tentu saja menurut pandangan Allah. Seorang penulis yang saya lupa namanya kira-kira mengatakan, “Seandainya jarak Allah dan manusia adalah langkah, maka Allah sudah berjalan menuju kita 999 langkah dan Ia mengundang kita untuk mengambil langkah terakhir.” Seorang mistikus Kristen lain berkata dengan nada yang kurang-lebih sama Every time you take one step toward God, God takes a thousand steps toward you. Kita sesungguhnya hanya mengerjakan “sisa” pekerjaan Allah, yang memang Allah khususkan bagi manusia. Ia bisa mengerjakan semuanya, tanpa sisa, jika Ia mau. Tetapi, Allah tak mau melakukannya, karena Ia memang rindu mengundang manusia–Anda dan saya–untuk berpartisipasi ke dalam karya Allah itu. Bahkan “sisa” tersebut pun sudah cukup membuat seluruh hidup kita disibukkan luar biasa; karena itu adalah “sisa” yang Allah izinkan hadir dalam hidup kita. Namun, “sisa” tersebut juga tidak akan melampaui kemampuan kita, sebab Allah tak pernah memberi keharusan pada manusia yang tak dapat dilakukan manusia. Ought implies can; harus mengandaikan dapat. Apa yang harus kita lakukan pasti dapat kita lakukan. Karena itu, sekalipun bagian kita adalah “sisa,” do the rest as best you can. Dan apa yang terbaik yang dapat kita lakukan untuk menggarap “sisa” itu adalah dengan berpartisipasi ke dalam karya Allah itu, ke dalam misi Allah. Ada tiga catatan penting yang harus kita renungi. Pertama, dalam bahasa Inggris, rest memiliki dua arti. Pertama, “istirahat”; kedua, “sisa.” Dalam pepatah yang saya revisi di atas, tentu arti kedualah yang dimaksudkan. Sayangnya, banyak orang Kristen yang memakai arti pertama dalam hidupnya. Allah bekerja dan kita santai-santai saja. Kedua, “sisa” yang dipercayakan kepada kita tidak berarti tanpanya karya Allah tidak akan tuntas. Tanpa kita, sebaik apa pun pekerjaan kita, Allah bisa melakukan semuanya. Namun, ia mengizinkan kita melakukannya, karena Allah menghargai kita. Jadi, kita memang tidak bisa mengambil kredit untuk diri kita sendiri. Soli Deo gloria. Ketiga, dengan memberi kesempatan kepada kita untuk mengerjakan “sisa” karya-Nya, Allah memilih untuk mengambil jalan inefisiensi. Sama tidak efisiennya dengan perjalanan empat puluh tahun di padang gurun; sama tidak efisiennya dengan keputusan mengambil rupa seorang hamba di dalam Yesus dari Nazaret ketimbang langsung saja menghukum atau mengampuni dunia. KISAH TENTANG TANAH DAN LUDAH Yohanes 91-7 secara indah menggambarkan pemahaman spiritual di atas. Kisah dimulai dengan sebuah penjelasan yang sekalipun deskriptif namun menyimpan banyak makna, “Waktu Yesus sedang lewat, Ia melihat seorang yang buta sejak lahirnya” ay. 1. Yesus “sedang lewat;” Ia tidak secara sengaja dan khusus mendatangi orang yang buta sejak lahir itu. Namun, perjumpaan biasa itu menjadi awal dari pengalaman luarbiasa bagi si buta. Banyak berkat dialami justru melalui peristiwa lazim sesehari. Di dalam rutinitas kita melakoni detak jam hidup sepanjang hari kronos, tak jarang tersedia kesempatan kairos yang bakal berlalu jika tak ditangkap dengan cermat. Lantas, perjumpaan itu melahirkan percakapan antara para murid dan Yesus. Para muridlah yang memulai percakapan itu dengan sebuah pertanyaan yang sama sekali tidak empatis. Si buta dijadikan sebuah case study untuk diskusi teologi yang berat–sebuah diskusi yang dilakukan di depan orang buta tersebut. Pertanyaan tersebut adalah, “Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orangtuanya, sehingga ia dilahirkan buta?” ay. 2. Bagaimana perasaan Anda jika Anda menjadi si buta itu? Seluruh persoalan hidup menanggung dunia yang gelap makin menghimpit karena justru sekarang dipertanyakanlah asal-muasal seluruh penderitaannya dosanya sendiri atau dosa orangtuanya? Fokus para murid adalah dosa masa lalu. Dan ini berbeda dari Yesus yang memfokuskan diri pada masa depan si buta dan terlebih lagi pada misi Allah. Itu sebabnya, Yesus kemudian menjawab “Bukan dia dan bukan juga orangtuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia” ay. 3. Seakan-akan, Yesus ingin mendidik para murid-Nya untuk tak usah terlalu peduli pada siapa yang berdosa di masa lalu, karena kerumitan-teologis itu bisa menghalangi kita untuk peka pada pekerjaan Allah yang memberi masa depan. Mari kita perhatikan juga ucapan Yesus selanjutnya di ayat 5 “Selama Aku di dalam dunia, Akulah terang dunia.” Ternyata, kalaupun Yesus berkata bahwa pekerjaan-pekerjaan Allah harus nyata “di dalam dia” personal, tindakan Allah bagi setiap orang harus diletakkan dalam perspektif seluruh dunia global, sebab Yesus adalah “terang dunia.” Artinya, pengalaman rohani yang personal hanyalah bagian kecil dari karya Allah bagi seluruh dunia ini. Jika sebuah pengalaman rohani yang personal menghalangi kesadaran global kita, pengalaman rohani tersebut mudah bergeser menjadi sebuah egosentrisme yang berbahaya. Sebelum menyatakan diri sebagai “terang dunia” ay. 5, Yesus memaparkan sebuah kebenaran yang menyibakkan rahasia misi Allah itu “Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku…” ay. 4a. Terdapat tiga kata ganti yang menjadi kunci pemahaman kita, Dia dan Aku. Pertama-tama, “Dia” Sang Bapa mengutus “Aku” Yesus. Misi Allah adalah misi Trinitaris. Yesuslah yang diutus Sang Bapa. Yesuslah pusat dari seluruh karya Allah bagi dunia. Bukan gereja. Akan tetapi, Yesus yang diutus Sang Bapa itu lantas berkata, “Kita harus mengerjakan…” Ia mengundang kita, mengikutsertakan kita, mengizinkan keterlibatan kita. Tanpa kita misi Allah melalui Yesus tetap berjalan. Lebih efisien, malah. Namun misi ilahi itu kini sekaligus menjadi misi insani, ketika manusia diundang untuk berpartisipasi ke dalamnya. Dengan ongkos yang tak murah, sebab yang diikutsertakan ternyata adalah manusia yang dengan mudah dapat membebani misi Allah itu, serta membuat misi Allah itu tak berjalan secara efektif. Tetapi keputusan Yesus ini adalah keputusan cinta-kasih, karena Ia percaya bahwa manusia memang perlu dipercaya. Jadi, setiap kali kita terlibat di dalam misi Allah, ingatlah baik-baik bahwa pekerjaan ini milik Allah, bukan milik kita. Keterlibatan kita ini terjadi karena anugerah, bukan karena kemampuan kita. Prinsip dasar ini diadegankan oleh Yesus melalui prosedur panjang yang inefisien 6 Setelah Ia mengatakan semuanya itu, Ia meludah ke tanah, dan mengaduk ludahnya itu dengan tanah, lalu mengoleskannya pada mata orang buta tadi 7 dan berkata kepadanya “Pergilah, basuhlah dirimu dalam kolam Siloam.” Siloam artinya “Yang diutus.” Maka pergilah orang itu, ia membasuh dirinya lalu kembali dengan matanya sudah melek. ay. 6-7 Tanah dan ludah menjadi alat penyembuhan; namun, alat yang kotor dan menjijikkan. Pada dirinya sendiri tanah dan ludah bukanlah apa-apa nothing. Namun di tangan Yesus, keduanya menjadi sesuatu something yang berperan dalam proses penyembuhan. Tidak ada kualitas apa pun dari tanah dan ludah yang mengubahnya dari nothing menjadi something. Demikian juga, tidak ada kualitas apa pun dari manusia yang dapat mengubahnya dari nobody menjadi somebody. Sama halnya, tidak ada apa pun di dalam diri manusia yang dapat membuat misi Allah berjalan secara baik dan tuntas. Jadi, Yesus memakai tanah dan ludah untuk mengilustrasikan posisi para murid-Nya di dalam misi Allah itu. “Kalian sama seperti tanah dan ludah ini,” demikian kira-kira yang hendak disampaikan oleh Yesus. Tidak cukup prosedur yang sudah cukup inefisien ini, Yesus melanjutkan proses panjang penyembuhan ini dengan menyuruh si buta itu membasuh diri ke dalam kolam Siloam. Secara sengaja, penulis Injil Yohanes memunculkan arti dari Siloam, yaitu “yang diutus.” Tanpa kolam Siloam itu, Yesus mampu menyembuhkan si buta. Namun, sekali lagi, sama seperti tanah dan ludah sebelumnya, kolam Siloam menjadi instrumen penyembuhan, sekalipun inefisien, demi menunjukkan bahwa para murid Yesus “diutus” oleh “Sang Utusan” Yesus itu sendiri. Peran ludah, tanah dan kolam Siloam hanyalah “1 langkah” dibanding “999 langkah” yang sudah, sedang dan akan dilakukan oleh Allah di dalam Yesus. Satu langkah itu pun merupakan sebuah apresiasi Allah atas manusia yang dicintai-Nya. Sebesar apa pun karya seorang anak manusia, ia hanyalah ludah dan tanah. Ayat 4 belum kita refleksikan secara tuntas. Sebab, Yesus juga berkata, “… akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja” ay. 4b. Yesus mengajarkan sebuah prinsip kemendesakan. Pekerjaan yang dapat kita lakukan mendesak untuk dilakukan. Maka, dibutuhkan sebuah sense of urgency. Dan, karena itu, hargailah undangan Yesus yang Anda dengarkan untuk berpartisipasi ke dalam misi Allah itu. Ketika “malam” itu datang, maka bukan hanya tak ada lagi kesempatan kairos bagi kita, waktu hidup kronos kita pun pudar. Dan ketika keduanya hilang bagi kita secara pribadi, misi Allah di dalam Yesus tetap berjalan–tanpa kita. Maka, ingatlah apa yang sering disebut sebagai Wesley’s Rule Do all the good you can, By all the means you can, In all the ways you can, In all the places you can, At all the times you can, To all the people you can, As long as you ever can. SEBERAPA SPESIFIK? Seberapa spesifiknyakah panggilan Allah di dalam hidup kita? Seberapa spesifiknyakah Allah merancang/merencanakan peran yang dapat kita mainkan di dalam misi Allah itu? Pertanyaan sukar ini menghantui banyak sekali teolog sepanjang zaman. Izinkan saya memaparkan pandangan saya dalam beberapa poin. Panggilan Allah seluas dunia. Tidak boleh ada pemisahan antara yang sekular dan yang sakral. Karena misi Allah terarah pada dunia, maka seluruh pekerjaan dapat menjadi wujud penghayatan kita akan panggilan Allah. Menjadi seorang pendeta sama kudusnya dengan menjadi seorang sopir taksi. Yang menguduskan sebuah pekerjaan bukanlah jenis pekerjaan itu namun Allah itu sendiri. Justru pekerjaan-pekerjaan sekularlah yang pertama kali dicatat di dalam Alkitab sebagai pekerjaan yang dipenuhi oleh Roh Kudus Kel. 283; 313; Kel. 3531. Alkitab memang mencatat beberapa orang tertentu yang secara spesial ditugasi Allah untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan tertentu. Namun, tidak ada indikasi apa pun di dalam Alkitab yang menyatakan bahwa Allah menugasi secara sangat spesifik setiap orang memperoleh panggilan khusus. Panggilan Allah secara umum berlaku untuk semua orang, yaitu melakukan misi Allah bagi dunia. Tugas kitalah secara pribadi untuk secara unik merespons panggilan umum ini dengan memutuskan pekerjaan apa yang kita pilih, sesuai dengan bakat, talenta, karunia, keprihatinan-sosial, keterbatasan dan lain sebagainya yang kita miliki. Tak ada pekerjaan yang terlalu remeh hingga direndahkan Allah; tak ada pekerjaan yang terlalu mulia hingga Allah membutuhkannya bdk. Mat. 2521, 23. Seremeh atau semulia apa pun sebuah peran di mata kita, semuanya hanyalah ludah dan tanah. Integritas, kesetiaan dan kegembiraan dalam mengerjakannyalah yang lebih penting. Bukan jenis pekerjaan atau produk yang dihasilkannya. Douglas James Schuurman, dalam bukunya, Vocation Discerning Our Callings in Life 2004, menunjukkan sebuah prinsip yang sangat menarik. Maka, setiap saat seorang Kristen menunjuk pada wilayah-wilayah tertentu seperti pasangan hidup, orangtua, teman, warganegara, pengacara, pendeta dan sebagainya, sebagai panggilan, orang Kristen itu ditantang untuk menafsirkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan di dalam wilayah-wilayah itu dalam terang panggilan untuk mencintai Allah dan sesama. Jika tugas-tugas dan kewajiban-kewajiban di wilayah-wilayah itu melayani sesama, mereka harus dipandang “seperti untuk Tuhan.” Tindakan melakukannya merupakan sebuah respons yang penuh iman pada panggilan Allah di dalam situasi khusus seseorang. Jika tugas-tugas dan kewajiban-kewajiban di wilayah-wilayah itu melukai sesama, mereka harus ditolak demi Tuhan, yang telah mati bagi semua orang. Wilayah-wilayah tersebut harus diubahkan, jika mungkin, sehingga semuanya memungkinkan aksi-aksi yang melayani sesama. Seseorang tidak dipanggil untuk menjadi seorang Kristen “secara umum;” seseorang dipanggil untuk menjadi seorang Kristen di dalam lokasi sosial yang khusus yang saat ini dijalaninya, sebagaimana seorang ibu pada anak-anaknya, seorang warganegara pada negaranya dan sebagainya. Seseorang tidak sekadar dipanggil untuk menjadi seorang istri, seorang suami, atau seorang montir; seseorang dipanggil untuk menjadi seorang istri, seorang suami, atau seorang montir sebagai seorang Kristen “di dalam Tuhan.” Kewajiban-kewajiban khusus merupakan panggilan sejauh panggilan untuk menjadi seorang Kristen diwujudkan melaluinya. Joas Adiprasetya joyful weekend 15 Oktober 2010
HakunaMatata adalah sebuah ungkapan dalam bahasa Swahili yang artinya adalah Jangan Kuatir. Ungkapan ini diucapkan oleh karakter Timon dan Pumba dalam film animasi anak The Lion King yang populer di tahun 90-an, dan dikemas ulang serta ditayangkan baru-baru ini di bioskop. Tanpa kita sadari, kekuatiran melanda seluruh lapisan usia, termasuk anak-anak. Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Let's Do The Best and God Do The Rest...Ketika membicarakan Tuhan, secara umum orang selalu memilahnya pada dua hal yang berbeda. Pertama, adalah keberadaan Tuhan sebagai sesuatu yang bisa diserap panca indra dan dimaknai rasio. Kedua, Tuhan sebagai sesuatu yang dikonstruksi atau diimajinasikan membicarakan hal pertama, kebanyakan orang berpendapat bahwa Tuhan adalah realitas tertinggi yang tidak bisa diserap panca indra dan dimaknai akal. Immanuel Kant misalnya. Pemikir Jerman ini menyarankan bahwa pembicaraan tentang keberadaan Tuhan adalah pembicaraan yang mesti dihentikan. Orang hanya akan membuang-buang waktu untuk membicarakan keberadaan Tuhan. Karena Tuhan adalah realitas tertinggi. Keberadaan Tuhan itu bukan masalah rasio atau panca indra, tapi masalah kepercayaan. Jadi cukup dipercayai bahwa Tuhan itu ada. Perihal keberadaan Tuhan ini, Agamawan sendiri kerap mengintrodusir peristiwa Nabi Musa di bukit Thursina. Ketika itu Bani Israil meminta Nabi Musa untuk dipertemukan dengan Tuhan. Supaya keimanan bertambah tebal. Nabi Musa pun menyampaikan permintaan umatnya dan Tuhan memerintahkan Nabi Musa menemui-Nya di bukit ketika sampai di bukit itu, Nabi Musa bukan hanya tidak bisa melihat Tuhan, tapi bukit nya pun terbakar karena disambar petir. Melalui peristiwa ini Tuhan ingin mengingatkan Musa dan kaumnya tentang wujud Tuhan. Bahwa bukit Thursina pun tidak sanggup menerima keberadaan Tuhan sampai harus dalam Agama Islam sendiri terdapat ajaran yang mengingatkan manusia untuk tidak menghabiskan waktu untuk memikirkan wujud atau dzat Tuhan. Manusia lebih baik memikirkan makhluk ciptaan Allah bukan Dzat Allah nya. Karena akal manusia tidak akan mampu keberadaan Tuhan sebagaimana adanya, berbeda dengan membicarakan Tuhan yang diimajinasikan manusia. Bila yang pertama adalah pembicaraan keberadaan Tuhan objektif yang bisa dilihat dan diraba, maka Tuhan secara subjektif adalah Tuhan yang dimaknai dan dikonstruksikan dalam pikiran manusia. Bagi masyarakat agraris, Tuhan adalah sesuatu yang ada di langit. Karena dari langit telah turun hujan yang membuat tanaman di bumi tumbuh subur. Karenanya masyarakat agraris kerap menengadah ke langit ketika membicarakan kalangan muslim sendiri, imajinasi tentang Tuhan dalam lingkup yang sangat sederhana terungkap dari kalimat yang sering diucapkan setiap hari, yaitu "Bismillahirrahmanirrahim" Dengan nama Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Bahwa Tuhan adalah Pengasih dan lingkup yang lebih luas, imaji tentang Tuhan terungkap dalam Asmaul Husna. Sifat-sifat Tuhan yang bagi orang Islam kerap dipisah dalam dua kategori, yaitu Tuhan yang Jamal dan Tuhan yang Jalal. Jamal adalah Tuhan yang mencintai keindahan, pengasih sehingga Hamba-Nya pun sangat merindukan dan ingin menjadi kekasihnya. 1 2 3 4 Lihat Sosbud Selengkapnya Labels Do the Best n let God Do The Rest. Sunday, October 20, 2013. Bagaimana Cara Menjadi Lebih Baik. Keistimewaan Hari 'Asyura (10 Muharram) Hari 'Asyura berasal dari bahasa arab yang artinya hari ke sepuluh di bulan Muharram . Hari i PELAJARAN SANG KELEDAI. “Do the best and God will do the rest…” Kerjakan yang terbaik, Tuhan akan mengerjakan sisanya. merupakan salah satu kalimat motivasi yang cukup populer, yang artinya lakukanlah yang terbaik, maka setelahnya sisanya menjadi bagian urusan pekerjaan Tuhan untuk menyempurnakannya. Wah, mantap betul. Ketika menghadapi kebuntuan, entah itu di dalam masalah pekerjaan, kesehatan, komunikasi antar anggota keluarga, atau yang lainnya, di mana kita tidak bisa menyelesaikannya, maka Tuhan akan menyelesaikannya secara ajaib’, asal kita sudah berusaha maksimal lebih dulu. Maka sebagai orang beriman, kita akan mengaminkan kalimat ini. Bukankah ini yang disebut mujizat? Akan tetapi, kalimat ini juga membawa dampak yang kurang baik kepada pemahaman teologis kita? Apa saja itu? Pertama, konsep do the best di awal, mengesankan manusia berusaha lebih dulu baru Tuhan yang menyelesaikan. Ini menunjukkan kita sedang menempatkan peran manusia menjadi lebih besar daripada peran Tuhan. Karena Tuhan ditempatkan hanya sebagai penyelesai. Ia tidak terlibat sepenuhnya dalam proses pekerjaan manusia tersebut. Padahal, kita tahu bahwa Tuhan selalu berada di awal dan selalu terlibat dalam setiap segi kehidupan, tetapi kitalah yang selalu melupakan-Nya di dalam setiap perencanaan. Sehingga ketika menemui jalan buntu, Tuhan yang dijadikan bamper untuk menyelesaikannya. Menempatkan Tuhan seharusnya selalu di awal dan menjadi prioritas ketika sedang menjalankan sesuatu. Kedua, kalimat itu juga memberi kesan manusia yang mengatur Tuhan. Sehabis do the best, ketika segala sesuatu sudah dilakukan dan menemui jalan buntu, maka Allah harus bertanggung jawab untuk menyempurnakannya. Padahal bisa jadi peristiwa yang sedang dialami saat ini, merupakan sebuah kesalahan yang kita lakukan. Lalu dengan mudahnya meminta Tuhan menyelesaikannya. Eits… tunggu dulu. Ini bukan seperti perlombaan lari estafet, di mana Tuhan yang memegang tongkat terakhir. Manusia tidak dapat menyalahkan Tuhan, ketika mereka mengerjakan sesuatu dan mengalami kegagalan, ataupun mengalami suatu penyakit. Karena sudah seharusnya Tuhan yang mengatur apa yang sedang dikerjakan oleh manusia, dan apa yang sedang direncanakan-Nya adalah yang terbaik untuk manusia. Mujizat di Kana, terutama peristiwa Tuhan Yesus menjawab Maria ibu-Nya yang meminta-Nya untuk berbuat sesuatu, sedang menandakan suatu pemahaman yang sangat mendasar, yaitu Tuhan tidak dapat diatur oleh manusia. Waktunya Tuhan adalah tepat, dan karya-Nya selalu ajaib di mata manusia. Asalkan manusia dapat menempatkannya sebagai yang utama, bukan yang terakhir. Akan tetapi, peristiwa mujizat di Kana juga hanya bisa terjadi jika ada manusia yang berperan serta di dalamnya. Asalkan tunduk terhadap apa yang diperintahkan-Nya. Seperti para pelayan penuang air, yang tetap melakukan perintah-Nya, walaupun di dalam hati mereka tidak bisa menerima dengan akal sehat apa yang diperintahkan. Cerita perkawinan di Kana, tentu bukan sekadar menceritakan tentang sebuah perkawinan yang kekurangan konsumsi. Namun lebih daripada itu, cerita tersebut memberikan pesan pada kita untuk senantiasa bergantung kepada Allah, serta berkomitmen untuk taat dan berperan serta dalam mewujudnyatakan karya pekerjaan Allah dengan aktif dan bukan hanya berdiam diri. Bukan sekedar do the best, God will do the rest. Penulis Pdt. Timothy Setiawan GKI Kebonjati SELISIP berarti sisipan. Media ini meyakini kehadirannya mampu menyelisip di tengah derasnya arus informasi di masyarakat. View all posts
Alwaysdo your best, and let god do the rest. Artinya kita harus membuat nama dan bio ig bahasa inggris yang singkat dan simpel. (selalu lakukan yang terbaik, dan biarkan tuhan melakukan selanjutnya) every day may not be good, but there is something good in every day. Source: hisyamgambar.blogspot.com
Do your best and let God do the rest Do your best and leave the rest to God! Dear Friends, here’s a friendly reminder for myself and all of you today Do your best and let God do the rest. See Part 1 & Part 2 below for an exciting discussion, along with relevant scriptures. Part 1 Do your best in everything you do. Take it to God first, give it your all, and let God do His part. Take it to God first Proverbs 163, NIV Commit to the LORD whatever you do, and he will establish your plans. See also Seek God first in all things Do your best in whatever you do Colossians 323-24, HCSM Whatever you do, do it enthusiastically, as something done for the Lord and not for men, knowing that you will receive the reward of an inheritance from the Lord. You serve the Lord Christ. See also Bible Verses about Actions, Doing Your Best Give it your all, and leave the rest to God Philippians 413, NLT For I can do everything through Christ, who gives me strength. See also Bible Verses for Work Part 2 Do your best to grow in Christ every day. Do your best at living in peace with others. Remember, God blesses our efforts to obey him! Do your best in your walk with God, and let God do His part. Dear Friends, our salvation is a free gift from God – we are definitely saved by grace. How much progress we make in our spiritual growth is however up to us. We have to make every effort to grow in the Lord by becoming more like Jesus, or we will remain stagnant in our growth. 1 Peter 22, NLT Like newborn babies, you must crave pure spiritual milk so that you will grow into a full experience of salvation. Cry out for this nourishment, Make Jesus your first priority Ephesians 422-24, NLT throw off your old sinful nature and your former way of life, which is corrupted by lust and deception. Instead, let the Spirit renew your thoughts and attitudes. Put on your new nature, created to be like God – truly righteous and holy. See also Bible Verses about Our Behavior ; God is working through you and me 2 Timothy 215, NLT Work hard so you can present yourself to God and receive his approval. Be a good worker, one who does not need to be ashamed and who correctly explains the word of truth. Ephesians 43, NLT Make every effort to keep yourselves united in the Spirit, binding yourselves together with peace. Romans 1218, NLT Do all that you can to live in peace with everyone. Romans 1419, NIV Let us therefore make every effort to do what leads to peace and to mutual edification. Philippians 312, ESV Not that I have already obtained this or am already perfect, but I press on to make it my own, because Christ Jesus has made me his own. See also Bible Verses about Spiritual Growth ; Trusting God one day at a time Dear Friends – Today and always, may we always remember – Do your best and let God do the rest; – Do your best and leave the rest to God; – Do your best and have faith that God will do the rest. So help us God, Amen. *** Thanks for reading, Dear Friends! Have a wonderfully blessed, stress-free, productive, and joyful day! Much Love & Blessings, Bomi Jolly ~ How To Accept Jesus Into Your Heart Want To Help? Get Daily Bible Verses Email - Free Inspirational Daily Devotional Inspirational Bible Verses & Quotes; Inspirational Scriptures, Passages, Bible ScripturesEnjoyed This Post? Share It With A Friend
Giveit your all, and leave the rest to God Philippians 4:13, NLT For I can do everything through Christ, who gives me strength. See also: Bible Verses for Work. Part 2: Do your best to grow in Christ every day. Do your best at living in peace with others. Remember, God blesses our efforts to obey him! Do your best in your walk with God, and let God do His part.
Do Your Best, and GOD does the rest, katanya dengan penuh semangat. Orang-orang juga menerjemahkan Dalam menjalankan pekerjaan, saya memiliki motto' Always do your best!'.Compete to three different types sports contest and do your cuma berharap, lakukan yang terbaik, just do your salah satu kalimatnya mengatakan Always do your selalu mengatakan kepada mahasiswa-mahasiswa di kelas saya Do your best!Saya selalu mengatakan kepada mahasiswa-mahasiswa di kelas saya Do your best!Before any interview, you should do your best to be as prepared as you possibly can.
AyuSiti Maryam - Just Do The Best, God Will Do The Rest. Wanita yang memiliki attitude dan wajah se-ayu namanya ini sungguh beruntung. Dengan dukungan penuh dari suaminya, ia tak ragu mengambil keputusan yang sangat penting dalam hidupnya: direktur ITPC Sydney. Apa saja yang menarik dari perempuan enerjetik dan cerdas ini, yuk kita ikuti
artialways cute. arti always dalam bahasa gaul. arti always dandelions. arti always days. arti always do my best. arti always do your best. arti always do your best and let god do next. arti always do your best and let god do the rest. arti always dreaming.
yJ3NA.
  • icg4360h3z.pages.dev/156
  • icg4360h3z.pages.dev/233
  • icg4360h3z.pages.dev/369
  • icg4360h3z.pages.dev/134
  • icg4360h3z.pages.dev/115
  • icg4360h3z.pages.dev/253
  • icg4360h3z.pages.dev/17
  • icg4360h3z.pages.dev/334
  • icg4360h3z.pages.dev/317
  • do the best let god do the rest artinya